Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
5.
Memahami usaha persiapan kemerdekaan
|
5.1
Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses
terbentuknya Republik Indonesia
5.2
Menjelaskan proses persiapan kemerdekaan
|
Kedudukan
Jepang semakin terdesak oleh Sekutu dalam Perang Dunia II di Asia Pasifik. Kondisi
Jepang semakin melemah ketika pada bulan februari 1944, pasukan-pasukan Amerika
berhasil mengusir Jepang dari Kwajalein di kepulauan Marshall, dan serangan-serangan
pengeboman B-29 terhadap Jepang dimulai pada bulan Juni. Pada bulan yang sama,
angkatan laut pihak Jepang menderita suatu kekalahan yang melumpuhkan dalam
pertempuran di laut Filipina. Pada bulan Juli, pihak Jepang kehilangan
pangkalan laut mereka di Saipan (kepulauan Mariana), yang mengakibatkan
terjadinya krisis kabinet di Jepang. Tojo meletakkan jabatan dan Jenderal
Kuniaki Koiso menggantikannya sebagai perdana menteri (1944-1950).
Pada tanggal 7 September 1944 Koiso
menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji dikemukakan di depan Parlemen
Jepang, dengan tujuan untuk menarik simpati Indonesia. Sebagai pembuktiannya,
ia mengijinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor, tetapi harus berdampingan
dengan bendera Jepang. Kondisi Jepang
yang semakin terdesak oleh Sekutu justru menguntungkan bangsa Indonesia. Jepang
akhirnya memberikan kesempatan bangsa Indonesia mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia.
a. Pembentukan
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Pada tanggal 1 Maret 1945, panglima
pemerintahan di Jawa Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Coosokai. BPUPKI bertujuan
untuk menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan persiapan kemerdekaan
Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Selama masa berdirinya BPUPKI mengadakan sidang
sebanyak dua kali. Sidang pertama pada tanggal 29 mei- 1 Juni 1945 merumuskan
dasar negara dan sidang kedua pada
tanggal 10-16 juli 1945 membahas batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia.Sidang pertama membahas tentang perumusan
dasar negara dengan mendengarkan pidato beberapa tokoh pergerakan seperti
Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Sukarno. Sidang kedua membahas rencana
Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan mengenai bentuk negara.
Wacana yang muncul dalam persidangan mengenai bentuk Negara adalah bentuk republik
atau kerajaan. Pada akhirnya, mayoritas peserta sidang setuju dengan bentuk
republik.
b. Pembentukan
PPKI
BPUPKI yang telah menyelesaikan tugasnya
kemudian dibubarkan dan digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Jumbi Inkai sebagai
ganti BPUPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan
segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan. Pada tanggal 9
Agustus Jenderal Terauchi memanggil 3 tokoh nasional yakni Ir. Sukarno, Drs. Mohammad
Hatta, dan Dr. Radjiman Widyodiningrat. Mereka bertiga dipanggil ke Saigon/Dalat
(Vietnam) untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaan
kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera. Wilayah Indonesia adalah
seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.
c. Peristiwa
Rengasdengklok
Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Amerika
Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hirosima dan Nagasaki. Kedua Bom atom
tersebut mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar dan menghancurkan berbagai
fasilitas. Pemerintah Jepang benar-benar dalam kesulitan. Pada tanggal 15
Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Ketiga tokoh bangsa
Indonesia yang dipanggil Pemerintah Jepang telah kembali ke tanah air. Keadaan
politik di Indonesia telah terjadi perubahan sangat drastis. Para tokoh yang
terus mengikuti perkembangan perang dunia II mempunyai ide untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan, tanpa menunggu keputusan Jepang. Perbedaan
pendapat sempat terjadi dalam mengambil keputusan kapan proklamasi kemerdekaan
dinyatakan. Perbedaan pendapat terjadi antara golongan tua atau para tokoh
PPKI, dengan golongan muda yang terwakili dalam beberapa perkumpulan.
Golongan
muda mendesak agar Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaan, sementara golongan
tua menghendaki proklamasi menunggu perkembangan keputusan Jepang. Golongan tua
beralasan untuk menghindari pertumpahan darah, mengingat pasukan Jepang masih
banyak yang ada di Indonesia. Para anggota PPKI seperti Sukarno dan Hatta tetap
menginginkan proklamasi dilakukan sesuai
mekanisme PPKI. Mereka beralasan bahwa kekuasaan Jepang di Indonesia belum
diambil alih. Golongan muda tetap menginginkan proklamasi kemerdekaan
dilaksanakan sesegera mungkin. Para pemuda mendesak agar Sukarno dan Hatta
memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Mereka beralasan bahwa saat itu
Indonesia sedang mengalami kekosongan kekuasaan (vacum of power).
Pertentangan pendapat antara golongan tua dan golongan muda inilah yang
melatarbelakangi terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
Sikap golongan muda diputuskan dalam
rapat di Pegangsaan Timur Jakarta pada tangal 15 Agustus 1945. Rapat ini
dihadiri oleh Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono,
Armansyah, dan Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini memutuskan bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri, bukan menggantungkan
kepada pihak lain. Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana
kepada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Golongan muda mendesak
mereka untuk memaklumatkan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945.
Namun, Soekarno tetap bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus
dilaksanakan melalui PPKI. Oleh karena itu, PPKI harus segera menyelenggarakan
rapat.Pro dan kontra yang mencapai titik puncak
inilah akhirnya mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Golongan muda
memutuskan membawa Sukarno dan Hatta ke luar Jakarta dengan tujuan untuk
menjauhkan Sukarno dan Hatta dari pengaruh Jepang. Golongan muda memilih
Shodanco Singgih untuk melaksanakan pengamanan terhadap Sukarno dan Hatta.
Sukarno dan Hatta kemudian dibawa ke Rengasdengklok yang ada di sebelah Timur
Jakarta.
Di Jakarta terjadi dialog antara golongan
muda yang diwakili oleh Wikana dan golongan tua Ahmad Subardjo. Dialog tersebut
mencapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di
Jakarta, dan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok
dalam rangka menjemput Sukarno dan Hatta setelah dialog tersebut. Kepada para
golongan muda, Ahmad Subardjo memberi jaminan bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, dan selambat-lambatnya pukul 12.00.
Adanya jaminan tersebut membuat Cudanco Subeno selaku Komandan Kompi PETA Rengasdengklok
bersedia melepaskan Sukarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalm rangka
mempersiapkan kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
d. Perumusan
Teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia
Sukarno dan Hatta akhirnya menyetujui
Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan. Sukarno dan Hatta tiba di Jakarta
pada pukul 23.00, lalu menuju rumah kediaman Laksamada Maeda. Pertemuan di
rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari ancaman tindakan militer
Jepang, karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah
kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi
disusun. Sukarni, Mbah Diro, dan BM.Diah dari golongan muda hadir dalam
pertemuan itu untuk menyaksikan perumusan teks proklamasi. Berdasarkan pembicaraan
antara Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo, diperoleh rumusan teks proklamasi
yang ditulis tangan oleh Sukarno yang berbunyi:
Proklamasi :
Kami bangsa
Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai
pemindahan kekuasaan, dll, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam
tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta,
hari 17 boelan 8 tahoen’05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
(tandatangan
Soekarno)(tandatangan Hatta)
e. Proklamasi
Kemerdekaan
Pagi hari tanggal 17 agustus 1945 di rumah
Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta sudah dipadati oleh massa menjelang
pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief
Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dalam
melaksanakan pengamanan dibantu oleh Arifi Abdurrahman untuk mengantisipasi
gangguan tentara Jepang. Di tempat lain, Fatmawati mempersiapkan bendera yang
dijahit dengan tangan. Ukuran bendera tersebut masih belum standar seperti
ukuran bendera saat ini.
Upacara dipimpin oleh Latief
Hendraningrat tanpa protokol. Latief segera memimpin barisan untuk berdiri
dengan sikap sempurna. Sukarno juga mempersiapkan diri, kemudian beliau menuju mikrofon.
Sebelum membacakan teks proklamasi, Sukarno membacakan pidato singkat. Sukarno membacakan
teks proklamasi setelah pidato singkatnya disampaikan. Latief dan Suhud
mengibarkan bendera merah putih secara perlahan-lahan setelah pembacaan proklamasi
selesai. Bendera merah putih dinaikan dan diiringi lagu Indonesia Raya yang
secara spontan dinyanyikan oleh para hadirin. Upacara ditutup dengan sambutan
Wakil Walikota Suwiryo dan Muwardi. Dengan demikian, prosesi upacara proklamasi
kemerdekaan selesai dilaksanakan. Proklamasi kemerdekaan ini merupakan tonggak
berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat.
Sumber:
Marwati
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.2010. Sejarah
Nasional Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Matroji. 2007. Sejarah untuk SMP kelas VIII. Jakarta:
Erlanga.
Ricklefs. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Jakarta: Serambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar